Wednesday, March 12, 2008

Investor Jepang Belum Tertarik


\
Daya Tarik Pasar Indonesia Belum Dimanfaatkan Optimal

Jakarta, Kompas - Persepsi Indonesia sebagai negara tujuan investasi di mata pelaku usaha Jepang mulai membaik. Namun, perbaikan itu belum cukup untuk memastikan investasi Jepang di Indonesia segera meningkat dalam waktu dekat. Perbaikan iklim investasi lebih signifikan dilakukan oleh negara-negara tetangga.

Direktur Jenderal Japan Bank for International Cooperation (JBIC) Institute Masaaki Amma menyampaikan hal itu di Jakarta seusai pemaparan hasil survei JBIC, Selasa (11/3).

Survei JBIC yang dilakukan Juli-Agustus 2007 menunjukkan, Indonesia berada di peringkat kedelapan, naik dari posisi kesembilan tahun 2006.

Survei ini memberikan peringkat pada 21 negara yang dinilai menjanjikan bagi investasi Jepang dalam jangka waktu menengah. China, India, Vietnam, dan Thailand berturut-turut memegang empat posisi teratas, bertahan sejak tahun lalu.

”Pelaku usaha di Jepang mempunyai persepsi bahwa negara- negara tetangga Indonesia berbuat lebih banyak untuk menarik investasi asing langsung ke negara mereka,” ujar Amma.

Pada pemeringkatan yang sama, Indonesia pernah berada di posisi ketiga pada tahun 1997, kemudian turun ke posisi keempat pada periode 2000-2002.

Sejak tahun 2003, posisi Indonesia di mata investor Jepang terus merosot hingga berada di posisi kesembilan pada 2006.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), tahun 2007 realisasi investasi dari Jepang, termasuk ekspansi bisnis Jepang di Indonesia, hanya 627,7 juta dollar AS.

Nilai investasi itu jauh lebih rendah dari nilai investasi Singapura yang mencapai 3,7 miliar dollar AS. Meski begitu, Jepang tetap merupakan mitra dagang terbesar Indonesia.

Aturan saja tak cukup

Ketua Jakarta-Japan Club Makoto Sukagawa menilai, Pemerintah Indonesia memang telah mengupayakan perbaikan iklim investasi.

Perbaikan terutama dilakukan dengan menerbitkan berbagai aturan yang lebih mendukung iklim bisnis. ”Namun yang diperlukan adalah implementasi aturan-aturan itu,” ujar Sukagawa.

Implementasi regulasi yang lemah dinilai terjadi antara lain pada sistem perpajakan dan kelancaran arus barang.

”Kami sangat menghargai adanya kantor pelayanan utama Bea dan Cukai yang memberi pelayanan terpadu di Tanjung Priok. Ini perlu diperluas ke pelabuhan- pelabuhan lain,” ujar Sukagawa.

Peningkatan investasi Jepang di Indonesia juga dinilai perlu didukung kesiapan logistik. Sistem logistik yang baik antara lain memastikan hasil produksi dapat dikirimkan tepat waktu.

Berdasarkan hasil survei, ekonom senior JBIC, Susumu Ushida, menjelaskan, minat investor Jepang kini mulai bergeser dari prioritas biaya produksi rendah ke penanaman modal di kawasan yang mempunyai potensi pasar domestik kuat.

Terkait hal itu, India dan Vietnam menjadi primadona baru. China masih menyerap porsi terbesar investasi Jepang, tetapi prospeknya dalam jangka menengah telah merosot.

Faktor terpenting yang mendorong investasi Jepang adalah potensi pertumbuhan pasar domestik, biaya buruh, ketersediaan suplai bagi perakitan, besarnya pasar yang sudah ada, kualitas sumber daya manusia, serta konsentrasi pengembangan industri.

Daya tarik terbesar Indonesia bagi investor Jepang adalah potensi pasar domestik yang kuat.

Untuk mengoptimalkan daya tarik Indonesia, pengamat ekonomi Faisal Basri menyarankan agar pemerintah memberi insentif konkret kepada investor Jepang. ”Insentif konkret itu berupa pengurangan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM),” ujar Faisal.

Punya perhatian lebih

Investasi utama Jepang di Indonesia ditanamkan pada sektor otomotif dan elektronik. Selain diharapkan menjadi basis produksi, Indonesia juga menjadi pasar yang besar bagi produk otomotif dan elektronik.

Oleh karena itu, pengenaan PPnBM dinilai menghambat ekspansi investasi Jepang pada kedua sektor tersebut.

Deputi Kepala BKPM Bidang Perencanaan Investasi Luky Eko Wuryanto mengatakan, investasi Jepang bernilai penting bagi Indonesia karena modal Jepang umumnya ditanamkan untuk sektor riil atau industri manufaktur.

”Jepang selalu punya perhatian lebih pada prospek jangka menengah atau panjang karena investasi di bidang manufaktur memang investasi berjangka panjang,” ujarnya.

Menurut Luky, pemerintah berusaha mendorong perbaikan iklim investasi lebih cepat antara lain dengan membangun sarana infrastruktur.

”Pemerintah melakukan banyak hal. Memang perbaikan yang dicapai masih lambat, tetapi yang penting konsisten dan terus membaik,” ujarnya. (DAY)

No comments: