Wednesday, August 8, 2007

Daya Saing Belum Mendorong Ekspor



Biaya Sekolah Picu Inflasi Juli

Jakarta, Kompas - Peningkatan kinerja ekspor Indonesia dinilai belum didorong faktor perbaikan daya saing industri. Pencapaian nilai ekspor masih bergantung pada lonjakan harga komoditas primer. Nilai ekspor semester I-2007 naik 14,29 persen dibandingkan nilai yang dicapai dalam periode yang sama tahun 2006.

Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (1/8), mengumumkan nilai ekspor Juni 2007 mencapai 9,42 miliar dollar Amerika Serikat (AS), turun 2,98 persen dibanding nilai ekspor Mei 2007 karena turunnya harga komoditas.

Penurunan terbesar terjadi pada bijih, kerak, dan abu logam sebesar 132,3 juta dollar AS. Pada kelompok barang itu antara lain terdapat produk timah dan bauksit yang harganya turun di pasar internasional.

Penurunan juga terjadi pada bahan bakar mineral, mesin/peralatan listrik, mesin-mesin/pesawat mekanik, serta karet dan barang dari karet.

Sebaliknya, peningkatan nilai ekspor tertinggi didapat dari lemak dan minyak hewan/nabati, yang didominasi minyak sawit mentah sebesar 128,8 juta dollar AS. Nikel di posisi kedua dengan kontribusi 72,3 juta dollar AS.

Secara kumulatif, nilai ekspor Januari-Juni 2007 mencapai 53,62 miliar dollar AS atau naik 14,29 persen dibandingkan periode yang sama 2006. Selama periode itu, nilai ekspor migas turun 6,98 persen, sedangkan nilai nonmigas naik 20,4 persen.

Pada kesempatan yang sama, Kepala BPS Rusman Heriawan menyampaikan, nilai impor Juni 2007 mencapai 5,93 miliar dollar AS atau turun 8,57 persen dibanding nilai impor Mei 2007.

Secara kumulatif, nilai impor Januari-Juni 2007 sebesar 33,66 miliar dollar AS, naik 16,34 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Peningkatan impor terutama terjadi pada barang konsumsi sebesar 44,57 persen. Impor bahan baku/penolong dan barang modal meningkat 15 persen dan 8,34 persen.

Pada semester I-2007, China konsisten menjadi negara pemasok barang impor terbesar. Pangsa produk China mencapai 14,89 persen dari total nilai impor Indonesia.

"Dari China, Indonesia paling banyak mengimpor elektronik dan tekstil, bukan produk makanan yang sekarang ramai diisukan mengandung zat berbahaya itu," ujar Rusman.

Faisal Basri, Selasa, mengingatkan, peningkatan kualitas dan keberlanjutan kinerja ekspor perlu mendapat perhatian lebih daripada sekadar peningkatan nilai ekspor.

"Apa bedanya struktur ekspor kita sekarang dengan zaman penjajahan, masih sebatas ’tebang, petik, dan keruk’. Bagaimana ekspor kita bisa naik kalau daya saing industri turun terus, investasi di sektor manufaktur juga enggak jalan," ujar Faisal.

Salah satu ciri integrasi ekonomi intra-regional dalam perdagangan global, disebutkan Faisal, adalah terjadinya jaringan produksi. Jaringan ini ditandai dengan peningkatan pangsa komponen dalam komposisi ekspor suatu negara.

"Sekitar 60 persen dari ekspor Filipina adalah komponen. Ekspor komponen dari Malaysia juga tinggi. Indonesia paling kecil. Ini menunjukkan kita benar-benar tersingkir dari jaringan produksi regional," kata Faisal.

Inflasi

Kemarin, BPS juga mengumumkan inflasi Juli 2007 tercatat 0,72 persen. Dengan begitu, laju inflasi Januari-Juli 2007 mencapai 2,81 persen, sedangkan inflasi Juli 2007 dibandingkan Juli 2006 sebesar 6,06 persen.

Bahan makanan, terutama daging ayam ras, ikan segar, telur, minyak goreng, dan susu, menyumbang inflasi terbesar.

Penyumbang inflasi utama lainnya adalah kenaikan biaya sekolah dasar dan menengah. (DAY/LAS)

No comments: